“Love and hatred are not merely subjective
feelings, affecting the inward universe of those who experience them, but they
are also objective forces, altering the world outside ourselves..”
-
Salah
satu topik yang paling digemari oleh masyarakat adalah pembahasan mengenai
cinta dan dinamikanya. Hal ini tampak dari beragamnya bentuk pembahasan topik
ini dalam berbagai media, seperti televisi, radio, internet, jejaring sosial,
musik, film, hingga pembahasan-pembahasan personal di kala senggang. Hampir
semua hal-hal yang bertemakan cinta menjadi tren yang terus berkembang dari
jaman dulu hingga sekarang dan tidak pernah terlihat memudar efeknya. Beberapa
bentuk dinamika cinta yang sering dibahas antara lain adalah putus cinta, patah
hati, cinta bertepuk sebelah tangan, move-on,
selingkuh, hubungan jarak jauh dan lainnya. Bila dilihat dari tren yang terjadi
di social media, dinamika cinta
berupa move-on merupakan salah satu
topik hangat yang terus diperbincangkan.
Individu
di dalam masyarakat kemudian terus menerus bertanya dan mencari informasi
terkait dengan fenomena move-on ini,
baik dari definisinya, bentuknya, faktor-faktor yang mempengaruhinya dan apa
akibatnya bagi individu itu sendiri. Lalu munculah berbagai jenis penjelasan yang
bersifat awam atau subyektif, yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan
dalam masyarakat tersebut. Individu berusaha membentuk prinsip-prinsip umum
yang diharapkan dapat menjelaskan lebih jauh berbagai situasi yang terkait
dengan fenomena move-on.
Prinsip-prinsip tersebut biasanya dibangun berdasarkan pengalaman-pengalaman
subyektif dari beberapa individu, pengamatan terhadap lingkungan sosial, dan
juga nalar logis.
Pertanyaan
yang sama juga berusaha dijelaskan dalam ranah sains untuk menghasilkan
prinsip-prinsip atau temuan bersifat objektif dan dapat digeneralisasikan dalam
masyarakat. Dalam sisi sains, pembahasan mengenai fenomena move-on dikaitkan dengan emotional
recovery setelah mengalami putus atau perpisahan dalam hubungan romantis.
Penelitian-penelitian ini menemukan bahwa perpisahan dalam hubungan romantis,
akan berdampak pada rasa kehilangan social
support (Locker, McIntosh, Hackney, Wilson & Wiegand, 2010), self-concept (Locker, McIntosh, Hackney,
Wilson & Wiegand, 2010), munculnya distress
(Locker, McIntosh, Hackney, Wilson & Wiegand, 2010), terganggunya tidur
(Field, 2011) dan lainnya. Fenomena ini juga berusaha diteliti lebih lanjut
untuk menemukan faktor-faktor yang turut berpengaruh dalam emotional recovery individu, baik faktor situasional maupun
personal. Faktor situasional yang dianggap mempengaruhi emotional recovery antara lain adalah initiator status (pihak yang mengajukan perpisahan), social support, kontak dengan mantan
setelah berpisah, jumlah hubungan romantis yang pernah dimiliki, seberapa lama
hubungan berlangsung, seberapa sering kontak dengan pasangan selama masih dalam
hubungan romantis, seberapa besar cinta, dan seberapa cepat memiliki hubungan
romantis dengan orang lain (Locker, McIntosh, Hackney, Wilson & Wiegand,
2010). Faktor personal seperti persepsi, gender dan kepribadian juga dianggap
berpengaruh terhadap emotional recovery
individu (Tashiro & Frazier, 2003).
Walaupun
cukup banyak faktor-faktor personal dan situasional yang berhasil
diidentifikasi dan dianggap memiliki hubungan kausalitas dengan emotional recovery atau fenomena move-on, interaksi antar berbagai faktor
memberikan keberagaman situasi yang unik. Misalnya saja pada faktor gender dan
faktor seberapa lama hubungan berlangsung, ditemukan bahwa semakin lama
hubungan romantis berlangsung maka akan semakin rendah emotional recovery pada wanita (Locker, McIntosh, Hackney, Wilson
& Wiegand, 2010). Sedangkan pada pria, interaksi antar kedua faktor
tersebut tidak berdampak apapun. Contoh lainnya adalah perbedaan hasil
interaksi pada faktor gender dan faktor seberapa sering kontak dengan pasangan
selama masih dalam hubungan romantis. Pada wanita, semakin sering melakukan
kontak dengan pasangan selama masih dalam hubungan romantis, akan menyebabkan
tingginya emotional recovery.
Sedangkan pada pria, semakin sering melakukan kontak dengan pasangan selama
masih dalam hubungan romantis, akan menyebabkan rendahnya emotional recovery (Locker, McIntosh, Hackney, Wilson &
Wiegand, 2010).
Keberagaman
situasi yang tercipta karena adanya interaksi antara faktor-faktor yang
dianggap mempengaruhi, kemudian memicu pertanyaan lain. Apakah benar dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor tersebut diatas memang menjadi prediktor
kemunculan fenomena move-on, walaupun
tidak secara pasti dapat memunculkan fenomena move-on yang ada? Apakah dengan didukung oleh bukti-bukti statistik
pada sampel dapat membuat hasil tersebut menjadi suatu prinsip-prinsip umum
yang dapat digeneralisasikan dibandingkan pembahasan secara subyektif (awam)?
Bila dilihat dari hasil penelitian ilmiah di atas, faktor-faktor prediktor
tersebut bukanlah sebuah pengetahuan baru yang tidak bisa didapat dari
pembahasan non-ilmiah. Asumsi bahwa faktor tersebut merupakan prediktor
fenomena move-on juga bisa didapatkan
dari nalar atau logika saja tanpa perlu melakukan penelitian ilmiah. Lalu
kemudian, apakah hasil atau teori-teori yang didapatkan oleh sains lebih bisa
menjelaskan fenomena ini ataupun lebih berguna dibandingkan penjelasan yang
didapatkan oleh nalar/logika? Apa bedanya dengan penjelasan yang hanya menggunakan
nalar dan pengamatan subyektif saja?
Mungkin
hal itulah yang menjadi salah satu penghambat mengapa penelitian mengenai cinta
dan dinamikanya, terutama emotional
recovery setelah perpisahan hubungan romantis, tidak terlalu banyak
dilakukan. Walaupun sudah ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan mengenai
cinta dan dinamikanya seara umum, termasuk di dalamnya term move-on (emotional recovery), tetapi faktor konteks, subjektivitas yang
begitu kuat ataupun penjelasan yang ‘berguna’ itulah yang kemudian masih sulit
untuk ditarik ke dalam ranah konseptual. Besarnya pengaruh konteks terhadap
teori dapat mengaburkan batas antara hasil-hasil yang diperoleh oleh sains dan
juga non-sains, sehingga sulit pula untuk dibuktikan salah karena subjektivitasnnya
tersebut.
Referensi :
Field, Tiffany.
(2011). Romantic breakups, heartbreak and
bereavement : Romantic breakups. Psychology 2011. Vol.2, No.4, 382-387
Locker, Lawrence
Jr., McIntosh, Willian D., Hackney, Amy A., Wilson, Janie H., & Wiegand,
Katherine E. (2010). The breakup of
romantic relationships : Situational predictors of perception of recovery. North American Journal of Psychology,
2010, Vol. 12, No. 3, 565-578.
Tashiro, Ty.,
& Frazier, Patricia. (2003). ‘‘I’ll
never be in a relationship like that again’’: Personal growth following
romantic relationship breakups. Personal Relationships, 10 (2003), 113-128
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
0 comments:
Posting Komentar