Rabu, 16 Januari 2013 | By: Unknown

Woman as the first teacher


Sebelum gue lanjut pendidikan master, gue sempet ngobrol dengan beberapa cowok tentang cewek yang punya pendidikan tinggi. Gue menanyakan beberapa komentar dari mereka, walopun ini sampel ga representatif yaaa. Kebanyakan dari mereka agak tidak nyaman dengan skenario ‘what if’ yang gue ajukan. Gue nanyain, gimana pendapat mereka tentang cewek yang punya pendidikan tinggi dan bahkan lebih tinggi dibandingkan mereka. Trus gue nanya lagi, kalo cewek itu akan jadi istri mereka, kira-kira tanggapan mereka gimana. Yang pertanyaan-pertanyaan model itulah. Kemudian gue mengambil beberapa kesimpulan dari jawaban-jawaban temen-temen gue ini.

Secara umum mereka tidak berkeberatan bila ada cewek yang punya pendidikan tinggi sampe s2 atau s3. Mereka malah kagum dengan cewek-cewek seperti itu karena punya ambisi dan tekad yang kuat dalam pendidikan. Tapi lain halnya kalo cewek itu adalah istri atau calon istri mereka, ini menjadi sesuatu yang tidak nyaman untuk dialami. Mereka bilang tentunya jiper dong sama istri mereka kalo mereka pendidikannya lebih rendah dibanding istri mereka. Mungkin terkait dengan ego lelaki ya, atau lebih tepat gue bilang sosialisasi gender mereka dalam masyarakat. Gue sama sekali ga menilai pendapat ini salah ya, karena memang sosialisasi peran gender dalam masyarakat Indonesia ya begini. Sosialisasi yang menyatakan bahwa pria lebih superior dibanding wanita, hampir dalam hal apapun. Jadi ketika cewek seakan punya kedudukan yang lebih tinggi, tentunya cowok akan merasa sedikit terintimidasi. Ga semua cowok begini, tapi ada sebagian yang begini.

Dari pendapat itu, jalan tengah yang diambil para pria (berdasarkan omongan temen-temen gue aja ya ini) tentang hal ini adalah ngga papa kalo istri mereka punya pendidikan lebih tinggi dari mereka asal bukan penghasilan yang lebih tinggi. Alasannya? Mungkin kurang lebih sama kayak yang udah dijelasin sebelumnya ya. Ini cowok-cowok modern dengan pendidikan sarjana yang hidup di kota besar ya yang berpendapat begini. So, mungkin sifat dasar lelaki memang seperti itu kalo sudah menyangkut ego dan peran gender.

Gue sebagai kaum wanita sebenernya agak kecewa sih dengan pandangan laki-laki yang begitu. Gue bukannya feminis atau apalah tentang kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Karena dari kodratnya pun gue tau kalo cewek ya memang lebih inferior dari cowok, gue menyadari itu dan agama gue pun mengajarkan hal tersebut. Yang gue sesali adalah sisi lain dari tingkat pendidikan yang lebih tinggi yang dienyam oleh kaum wanita ini. Saudara-saudara gue yang lebih tua pun sebenernya sedikit berkomentar tentang gue yang mau kuliah master. Mereka menanyakan kenapa mau kuliah master, emang nantinya selesai kuliah mau apa, kalo kerja dan karir trus nanti gimana berumah tangga, dan sebagai dan sebagainya.

Gue menyesalkan pemikiran-pemikiran tersebut karena gue merasa komentar tersebut justru tidak memikirkan jangka panjang. Pertanyaan gue adalah, apakah dengan mengenyam pendidikan yang lebih tinggi lalu seorang wanita diharuskan untuk bekerja? Bukankah dengan wanita yang lebih pintar dan cerdas, generasi berikutnya juga akan lebih terdidik? Bukankah seorang wanita yang nantinya menjadi seorang ibu adalah guru pertama dari anak-anaknya? Lalu mau jadi apakah anak-anaknya bila memiliki ibu yang bodoh?

Pemikiran gue cukup simple. Cewek itu harus jadi orang yang terpintar dan tercerdas dalam keluarganya, karena dialah nanti yang akan menjadi seorang ibu sekaligus guru bagi anak-anaknya. Ga bisa dipungkiri juga, kesuksesan lelaki juga dipengaruhi oleh wanita yang ada di belakangnya (gue rasa ada nih kutipan yang artinya kira-kira gini juga). Kalo si wanita itu ternyata bodoh? Tidak beretika? Apa yang akan terjadi pada suami dan anak-anaknya? Jadi wahai mereka-mereka yang masih menganggap mengapa wanita harus punya pendidikan yang tinggi, kalo akhirnya mereka akan di dapur saja. Coba pikirin, kalo anak lo kelak punya hak kan untuk memiliki ibu yang pintar yang bisa membesaran dia dengan baik? Kalo jawaban lo iya, then mulailah memandang pendidikan tinggi pada wanita sebagai aset dan investasi, bukannya pemborosan cuma-cuma.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Blaming On Them


Pernah ga kalian cerita sama temen atau sahabat baik tentang kisah cinta kalian yang kandas di tengah jalan? Ato ngga menjadi pihak yang mendengarkan cerita tersebut? Tentang mantan yang begini begitu, pacar yang begini begitu, cowok atau cewek yang PHP sama kalian atau apapunlah bentuk cerita cinta. Pernah ga menderngar komentar atau mungkin berkomentar yang kemudian ujungnya menjelekkan si “pacar, si “mantan” atau si si yang lainnya? Misalnya, “emang dia tuh brengsek aja, udah nyakitin lo kayak gini”. Pernah ga? Kalo kalian sebagai orang yang menerima komentar begitu, pikiran kalian apa perasaan kalian gimana?

Kalo gue menerima komentar kayak gitu, respon gue satu. Gue GA SUKA sama sekali. Walaupun mungkin teman yang berkomentar memiliki niat yang baik untuk meringankankan beban hati yang bercerita atau menghibur hati yang sakit, but I still don’t like it. Dan kenapa gue sampe ga suka tentang itu? Gue percaya yang namanya garis yang udah ditakdirkan oleh Allah SWT dalam hidup gue. Gue harus bertemu orang ini, gue harus memiliki hubungan sama orang itu, dan sebagainya. Mereka ada dalam hidup seseorang pasti karena ada alasan tertentu juga. Menurut gue, cara yang tepat untuk menghibur orang yang lagi merasa down karena dikecewakan itu bukan dengan menjelek-jelekan orang yang mengecewakan mereka, tapi mencoba mengerti posisi mereka.

Sebagai orang luar yang ga tau hal yang sesungguhnya dari suatu cerita, gue rasa kita ga punya hak untuk dengan beraninya mengatakan dia jelek, dia brengsek, dia jahat, dia playboy atau apalah. Lo bukan temen lo, yang jelas-jelas tau rasanya berhubungan dengan orang itu. Informasi yang lo terima hanyalah berupa informasi tangan kedua yang jangan lupa, pasti udah dibumbui sana sini dan terwarnai oleh persepsi si pencerita. Menurut gue, orang yang dikecewakan itulah yang paling berhak memanggil orang yang mengecewakan mereka sebagai si brengsek dan teman-temannya, bukan kita si komentator.

Jujur aja gue merasa sedikit marah ketika gue cerita tentang mantan gue yang begini dan begitu, lalu komentar mereka adalah “lo punya mantan brengsek semua ya”. Bukankah dengan berkomentar seperti itu, lo berarti mendiskreditkan gue? Lalu lo menilai gue apa dong kalo mantan-mantan yang gue punya brengsek semua? Orang bodoh?? I just don’t like it. Mereka mungkin emang brengsek, tapi kan mereka juga ada sisi baiknya yang mungkin dengan sengaja tidak terceritakan oleh pencerita. Lo ga bisa serta merta bilang si dia brengsek dan sebagainya tanpa lo bener-bener tau dia itu gimana orangnya.

Yah intinya sih, jangan menggampangkan suatu komentar yang mungkin terdengar sepele. Berhat-hati dalam berkomentar apalagi tentang hubungan seseorang. Jadi kalo temen lo lagi curhat, jangan langsung samber dengan komentar-komentar praktis kayak gitu ya. Dipikirin dulu arti dan akibat omongan lo itu apa ke temen lo. Menjelek-jelekan si ‘mantannya’ mungkin secara ga langsung akan menjelek-jelekan si temen lo juga akhirnya.. so be careful ;)

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Selasa, 08 Januari 2013 | By: Unknown

Rindu, Jarak dan Waktu


Kau tak akan mengenal rindu bila tidak pernah terpisahkan jarak dan waktu
I read this somewhere. Lalu kemudian pertanyaan gue  muncul, apa bener begini?? Apakah rindu hanya muncul kalo 2 individu terpisahkan jarak dan waktu? Bukankah 2 orang yang tinggal di dalam rumah yang sama setiap hari, berada di satu ruangan dan tidur di tempat tidur yang sama juga dapat mengalami rindu? Padahal mereka tidak terpisahkan oleh jarak dan juga waktu. Rindu itu timbul karena adanya rasa tidak memiliki satu sama lain.

Kalo menurut gue, hal yang menyebabkan rindu itu gak hanya sesimple terpisahkan jarak dan waktu. Di satu sisi hal itu benar, tapi juga kurang tepat di sisi lain. ga hanya jarak dan waktu secara fisik tapi juga secara kognitif dan afektif. Kalo di dalam pikirannya dia merasa jauh dengan orang tersebut, walaupun ia bertemu setiap hari mungkin ia akan tetap merasa rindu. Kalo misalnya suami istri yang menikah tanpa cinta atau mengalami masalah dalam pernikahannya, mungkin mereka akan merindukan satu sama lain walaupun tiap hari bertemu. Merindukan hubungannya mereka yang dulu.

So there’s many aspect to build a feeling called miss. And I won’t even start to list it. Sometimes let your feeling decided that to you. ;)

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Astrologi dan kebutuhan untuk merasionalisasi


Siapa yang belom pernah baca astrologi? Atu yang biasa dikenal dengan ramalan bintang? Siapa yang percaya dengan hal-hal semacam itu? Apakah hal-hal yang tertera dalam astrologi itu benar? Apakah astrologi itu sebuah ilmu pengetahuan?

Mungkin cukup banyak ya pertanyaan-pertanyaan retoris yang terkait dengan kepercayaan orang terhadap astrologi. Gue adalah salah satu orang yang lumayan percaya dengan astrologi. Gue memfollow beberapa akun twitter tentang astrologi yang juga punya ribuan follower lainnya. Gue cukup sering me-RT tweet tentang astrologi yang terkait dengan bintang gue, yaitu sagitarius. Selama gue punya akun twitter, gue melihat cukup banyak orang atau temen-temen gue se timeline yang tergolong cukup sering me-RT tweet tentang astrologi. Lalu kemudian muncul pertanyaan besarnya, seperti yang juga ditanyakan oleh banyak orang dan sudah coba dijawab oleh bermacam-macam pihak juga. ‘ Kenapa banyak orang yang suka me-RT dan tetap percaya pada astrologi? ‘ I have my own version though..

Salah satu hal yang ga luput dari perhatian gue adalah, banyaknya pelaku abusive RT astrologi ini adalah wanita. Kenapa wanita lebih banyak dibandingkan pria? Bukan berarti pria ga melakukan tindakan RT abusive ini pada tweet astrologi loh ya, hanya saja jumlahnya lebih sedikit dibandingkan wanita. (ini semua purely observasi bebas yang tidak ilmiah ya).

Kalo dalam penjelasan gue, alasan orang melakukan RT terhadap tweet2 astrologi adalah rasionaliasi. Astrologi jelas bukan sebuah cabang ilmu pengetahuan karena astrologi tidak bisa di falsifikasi. Padahal syarat utama sesuatu dikatakan ilmu pengetahuan adalah kemampuannya untuk dapat di falsifikasi atau dibuktikan salah. Astrologi tidak dapat dibuktikan salah, mari kita lihat contohnya.
“ RT @WeSagittarius:  #Sagittarius are idealistic lovers who want you to appreciate their beliefs, visions, and ideals. “
I mean like, who are’nt feel like this? Ga cuma orang dengan bintang sagitarius kan yang pengennya begini? Tapi kenapa masih aja ada orang yang suka bacain astrologi atau me-RT-nya kayak gitu? (well, termasuk gue juga sih, hehe). Kalo dari pemahaman gue terhadap diri gue sendiri, mungkin alasannya ya rasionalisasi.

Hampir dalam setiap kesempatan, individu itu tidak ingin menjadi pihak yang salah atau kalah. Akan selalu saja ada pembenaran dalam setiap hal yang dia lakukan. Selalu ada alasan yang benar untuk setiap action yang dilakukan yang sebagian besar menganggap bahwa dirinyalah yang benar dan orang lain salah. Alasan paling dasar bila suatu tindakannya dianggap tidak tepat dalam masyarakat adalah omongan ‘emang gue orangnya begini dari sananya. Ga bisa lagi diubah”. Disitulah menurut gue kepercayaan terhadap astrologi masuk.

Astrologi memberikan penjelasan-penjelasan yang menggambarkan tipe seseorang berdasarkan bintangnya. Kalo orang-orang menyetujuinya (misal dgn me-RT tweet tersebut), ya dia kembali menegaskan ‘ya gue emang orangnya begini’. Menyampaikan itu di depan publik, seakan-akan meminta orang lain mengerti dirinya yang memiliki sifat seperti yang ditulis di astrologi dan tidak menyalahkan mereka bila melakukan itu karena ‘emang dari sononya udah begitu’. I think that the main reason. Walaupun niat menyampaikan ‘pesan’ lewat publik terhadap seseorang juga bisa sih. Intinya mah pengen orang lain ngertiin sifat mereka yag begitu dan menerima mereka apa adanya dengan seluruh sifat itu karena sebenernya mereka bersikap begitu karena emang dari sononya orang dengan bintang tertentu akan bersikap tertentu. Hehehe, am I right? Well, its just a mere theory not scientific either.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Resolusi 2013


Minimal olahraga 1 kali seminggu
Menulis post di blog minimal 4 post sebulan
IPK selama kuliah minimal 3.5
Mengunjungi 2 tempat baru di Indonesia
Mengurangi pengeluaran dalam sebulan menjadi sekitar ** juta saja
Baca Al-Quran setiap habis solat magrib atau isya
Ga meninggalkan solat 5 waktu
Membaca minimal 20 novel baru dalam setahun
Membeli gadget minimal salah satu ini – android, tab, nintendo wii
Menguruskan badan hingga 47 – 48 kg
Menonton minimal 10 film bioskop dalam setahun
Menonton minimal 5 drama korea
Nonton konser 
Naik Gunung
Belajar naik motor – punya SIM

*let this be my reminder

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO