Sabtu, 22 Desember 2012 | By: Unknown

Adek sayang papa..


Daddy is a hero for his daughter. My daddy is my hero.

Kalau ditanyakan ke seorang anak, lebih sayang mana sama papa atau sama mama? Kebanyakan anak pasti akan menjawab lebih sayang mama. Saat ditanyakan alasannya, karena mama lebih perhatian dan lembut terhadap anak-anaknya. Karena mama selalu terkesan membela dan berada di pihak anaknya saat papa marah ke mereka. And that’s exactly my answer.. before all of this happened.

Gue sayang mama lebih dibanding sayang ke papa. Karena mama lebih perhatian, suka menunjukkan kasih sayang, khawatir kalo gue pulang kemaleman, sering nelpon kalo gue di kosan, sering peluk-peluk dan cium-cium gue. Papa? Hampir ga pernah. Papa jarang ngomong, papa jarang interaksi, papa jarang banget peluk atau cium malahan hampir ga pernah, papa terkesan ga peduli. Itu adalah hal yang ada di benak gue dari gue kecil sampe mama meninggal hampir 2 tahun yang lalu. Tapi sekarang pemikiran gue udah berbeda.

Setelah mama meninggal, gue bingung dan kehilangan arah. Bingung mau ngadu ke siapa, bingung mau meluk-meluk siapa, bingung tentang segala hal yang dulunya mama bisa kasihin tapi sekarang ngga bisa lagi. Jelas gue ga bisa minta hal itu ke papa yang terlihat sangat dingin dan tidak peduli ke anak-anaknya. Bahkan gue bisa loh perjalanan jakarta-depok itu ga pernah ngobrol sama sekali sama papa. Diem-dieman aja sepanjang perjalanan. Sampe segitunya ‘jarak’ yang ada di antar gue dan bokap gue. Dan dengan jarak segitu, gue masih dinilai paling deket sama papa dibanding kakak-kakak gue. Kebayang lah ya sejauh apa jarak itu terentang di antara kami. Dan ketika mama udah ga ada, ‘jarak’ ini semakin membentang diantara kami.

Tapi kemudian gue menyadari beberapa hal kecil yang ga akan pernah gue tau kalo mama udah ga ada. Hal yang gue sadari pribadi atau atas penuturan tante gue (adenya papa).
  • Saat gue pulang malem, papa ga pernah nelpon atau sms langsung, tapi dia selalu nanya ke tante gue. ‘ade udah pulang belom? Dia bilang ga mau kemana? Sama siapa?’. Papa ga pernah menanyakan langsung hal itu ke gue, tapi ternyata semua telpon-telpon mama dulu itu adalah suruhan papa.
  • Saat gue putus sampe nangis yang ga karuan, papa ga nanya dan ga menunjukkan kepedulian. Tapi dia nanya sama tante gue lagi. ‘ade kenapa? Kok dia ga pernah malem mingguan lagi? Oh emang dasar anak laki itu aja yang kurang ajar tuh. Ati-ati aja kalo mau balik lagi’. Never said anything to me, but he cares deeply.
  • Saat gue ketrima s2, papa ga terkesan senang atau menunjukkan ekspresi bahagia. Tapi ternyata kata om gue dan kata temen papa, papa selalu banggain gue yang masuk kuliah lagi S2 di UI sementara temen-temen gue susah masuknya. He never give me a praise, at least I know now, not in front of me.
  • Saat gue keterima magang dan kerja, papa stay cool aja tanpa mengeluarkan ekspresi senang. Tapi sekali lagi, dia selalu banggain gue ke keluarga gue dan membanding-bandingkan gue dengan sepupu gue yang seumuran. Never in front of me
  • Saat gue bilang ‘apa ga usah aja pap ngambil s2-nya?’, karena gue tau papa lagi sama sekali ga punya uang untuk biaya kuliah yang mahal ini. Tapi papa dengan tenangnya bilang, ‘udah ade ujian aja dulu, kalo lulus papa pasti akan cariin uangnya’. Dan gue tau betapa papa susah ngusahain bayar uang pangkal dan cicilan awal ini.
  • Gue diajarkan oleh mama untuk jangan meminta apa-apa dari papa, kalo emang bisa mengusahakannya sendiri. Tapi ternyata tanpa gue sadari, papa jadi merasa ga dibutuhkan lagi oleh anak-anaknya.
  • Papa ga pernah ngomong panjang lebar ke gue, ga pernah nunjukkin kasih sayangnya secara eksplisit ke gue. Tapi semua orang di sekeliling gue bilang, papa paling sayang sama gue diantara anak-anaknya. Semua yang gue omongin dan semua yang gue minta, papa pasti kasih. Dan gue hanya ga menyadari itu.
  • Saat gue memutuskan ga pulang ke rumah dari kosan, papa ga sms dan ga nelpon gue. Tapi papa ternyata nanyain hal yang sama ke tante gue dan abang gue, setiap hari. ‘ade ga pulang ya?’. Mereka bilang papa kangen sama gue kalo gue ga pulang. But he didn’t say anything to me.
  • Di hari ulang tahun gue, sampe jam 3 sore papa belum ngucapin selamat ulang tahun ke gue. Tapi begitu dia ngucapin, isinya menohok hati gue. ‘iya, sekarang kan cuma ade yang papa punya. Uwan dan pipi udah ada yang lebih sayang’. Ternyata tanpa gue sadari, papa itu kesepian sejak ga ada mama walaupun dia ga nunjukkin itu sama sekali.

Terkadang kasih sayang yang tak terlihat dengan jelas itu dianggap ga ada oleh kita, seperti halnya gue dan papa. Hanya karena papa ga nunjukkin kasih sayangnya secara eksplisit, lalu kemudian gue ga menganggap bahwa papa sayang sama gue. Tapi ternyata, papa sayang sama gue, papa kangen kalo gue ga pulang, papa kesepian kalo gue ga ada. I’m take it for granted all of papa’s love to me. Padahal papa juga butuh kasih sayang yang sama dari gue ke papa.

Seorang ayah itu bentuk ekspresi cintanya memang berbeda dengan ibu, yang terkadang bahkan anaknya sendiri tidak merasakan hal itu. Tapi seorang ayah pasti sangat sayang sama anak-anaknya. Just like papa did to me. Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Tidak diungkapkan lewat kata, bukan berarti tidak berbicara. Tidak bertanya bukan berarti tidak memikirkannya. Cinta seorang ayah adalah cinta yang terlihat lewat tindakannya dan jarang lewat perkataannya. Cinta seorang ayah dapat tergambar dari nada bicara dan sorot matanya dan bukan konten pembicaraannya. Cinta seorang ayah, pasti sama besar dan berartinya seperti cinta seorang ibu. Seorang ayah, juga ingin dicintai anaknya sebagaimana mereka mencintai ibu mereka.

At this moment, I truly realized that my father loves me so much, just like I love him so very much. Salah satu kalimat tentang ayah yang gue suka ada di foto-foto yang di tumblr..

Dear daddy,
No matter where I go in life, who I get married to, how much time I spend with guys, how much I love my boyfriend, you’ll always be my number one man

Sincerely,

Your little girl

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Terkungkung dalam dunia yang katanya luas ini


Entah kenapa gara-gara urusan dunia maya yang katanya memperluas jangkauan seseorang, di sisi lain justru membatasi ruang gerak orang tersebut. Hal yang sama terjadi dalam diri gue. Dunia maya membatasi ruang private gue.

Gue adalah salah satu orang yang suka menyampaikan isi pikiran ataupun pendapat dalam bentuk tulisan. Tidak akan banyak berkata-kata dalam interaksi sehari-hari, tapi banyak berpendapat dalam dunia tulisan. Gue menganggap dunia tulisan itu salah satu bentuk defense mechanism gue, sublimasi. Gue menumpahkan hal-hal yang membuat gue kecewa, marah, kesel, sedih dan bahagia dalam bentuk tulisan. Salahnya mungkin adalah gue seneng mencantumkannya dalam blog pribadi gue ataupun jejaring sosial. Salah satu fatal error dalam langkah gue.

Dulu saat waktu gue ga punya begitu banyak waktu dan gue hanya bisa menyampaikannya lewat salah satu jejaring sosial, kemudian orang berkomentar. Ya galaulah, ya labil-lah, ya ababil lah, macem-macem. Bahkan mereka yang hidup dan bergelar sarjana dari fakultas yang katanya memanusiakan manusia ini. Lalu kemudian gue berpikir, apa salah menuangkannya dalam bentuk status jejaring sosial? Mungkin menganggu pemandangan mereka kali ya. Tapi di sisi lain gue juga berpikir egois, kalo emang ganggu kan tinggal apus, block atau unfollow aja kan? Lalu kemudian sisi rasional gue bermain. Oke mari mengalah dan mencurahkan hal-hal terdalam ini di tempat yang lebih private lagi. Maknya gue sekarang main deh di blog pribadi.

Lalu apa? Ternyata masih ada juga yang membatasi. Gue mengerti bahwa gue meminta kebebasan berpendapat dan menuangkan uneg-uneg. Gue juga ngerti bahwa orang lain butuh dan punya hak juga berpendapat dan menyampaikan opini mereka ke gue. Lalu kenapa kita ga bisa menemukan titik temu? Suatu poin dimana gue tidak merasakan ancaman atas hak gue tanpa harus menutup kebebasan lo dalam menuntut hak juga?

Gue tau kalo mau private, jangan masukin ke blog. Tulis aja diary biar aman. Tapi bukankah itu juga bentuk kebebasan gue? Gue hanya merasa defensif dengan serangan ‘lo kenapa? Mau cerita ga?’. Gue tau maksudnya baik, tapi terkadang pendekatan seperti itu juga terlalu frontal yang bisa membuat seseorang defensif. Seseorang semacam gue. Orang yang kesusahan atau kesulitan pasti akan mencari bantuan, itu yang gue percaya.

Ga ada yang aman lagi buat berpendapat. Dan gue ga mau hal itu malahan menutup opsi gue dan kebebasan gue nulis status dan nulis blog. I am me and I don’t care about you. Lets do our own business. I do mine and you do yours, without bothering each others.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Selasa, 18 Desember 2012 | By: Unknown

Happy Birthday, myself!


18 Desember 2012. Yep today is my birthday, one of my favorite day in a year. Pagi ini gue terbangun dan mengucapkan “alhamdulillah” kepada Allah SWT karena mempertemukan gue dengan umur yang ke 23 ini. Lalu gue mengaca dan bertanya pada diri gue sendiri, apa sih yang berubah di umur gue yang ke 23 ini? Secara fisik, pikiran, perasaan, dan mental?

Secara fisik menurut gue ga banyak yang berubah dari tubuh gue. Ga tambah tinggi, ga bertambah mancung idung gue, ga ada keriputnya kok (alhamdulillah, hahaha), ga berubah banyaklah penampilan gue ini. Yah mungkin beberapa kilo yang nambah disana-sini dan jerawat yang bermunculan sama kulit yang terbakar matahari itu adalah perubahan dari sisi fisik gue. Selebihnya, ga terlalu jelas terlihat sih ya.

Pikiran dan perasaan ama mental? Ini juga masih ga terlalu jelas kayaknya sih. Perasaan dan sifat gue masih kayak gue yang dulu, belom juga dewasa menurut gue. Masih temperamental, masih suka kesel dan marah atas hal-hal ga penting, masih bocah bangetlah. Kerasa kepalanya gue masih sama, mood swing-nya gue masih juga ada, susahnya nyekolahin ekspresi gue kalo ga suka juga masih ada. Jadi apa ya yang berubah dari diri gue di sisi ini? Mungkin kalo dari pikiran, gue ga lagi memandang suatu hal se-naif gue yang dulu. Gue ga lagi dengan mudahnya melabeli ini itu dan menilai ini itu. Gue mulai tau apa yang penting dan ga penting buat gue, apa yang gue suka dan ga suka, dan apa yang membuat gue nyaman dan ga nyaman. Gue juga udah mulai berusaha menyenangkan diri gue sendiri dan menyadari value-value dalam diri gue. But overall, gue ga terlalu banyak berubah deh rasanya. Masih gue yang bocah banget ini..

Tapi hari ini gue nerima banyak ucapan selamat ulang tahun dan doa-doa yang menyertainya. Isinya berubah jauh dari ucapan dan doa yang gue terima tahun lalu. Yah secara signifikan emang ada yang berubah dari hidup gue. 18 desember 2010, masih ada mama di samping gue. 18 desember 2011, ada orang yang berarti di samping gue. 18 desember 2012? Begitu banyak hal yang bisa berubah hanya dalam hitungan 1 tahun saja. Tapi gue berusaha mensyukuri apa yang gue miliki saat ini.

Pagi ini pintu kamar diketok dan anak-anak kosan gue masuk bawa “kue tanpa lilin” (baca: nasi uduk pake telor) buat gue sambil nyanyiin happy bday. Quite a surprise, cause I really didn’t expect it. Makasih ya buat nana, dina, dana, mira dan cika. ;)

Terus sorenya, gue dapet surprise lagi dari temen gue yang lain. abis nonton the hobbit di margo, tiba-tiba dikasih kue tiramisu (kali ini pake lilin, hehe) dan yogurt di foodcourt-nya margo. This time, I really didn’t expect it!! Bener-bener ga nyangka dan ga ngira. But I liked it so much, hehehe. Makasih ya buat nene, geby dan bona. ;)

But the greatest bday greetings comes from my dad, and I crying when I read his text. Papa ngasih gue ucapan selamat ulang tahun khas orangtua, dengan doa supaya lulus tepat waktu, punya ilmu yang berguna buat orang banyak dan jadi anak yang solehah buat mama dan papa. Papa juga bilang untuk terus doain mama dan jangan lupa solat karena itu cara berterima kasih sama ALLAH SWT. Gue menjawab sms itu dan bilang ke papa untuk terus doain gue biar gue bisa jadi anak yang solehah dan banggain mama dan papa. And his reply really made me cried (dan gue lagi di margo saat itu, sambil nahan tangis biar ga tumpah). Mungkin kalo orang lain baca, biasa aja isinya. Tapi karena gue tau bokap gue kayak apa, mungkin ini adalah salah satu ekspresi dia yang jarang diperlihatkan terutama ke anak-anaknya, bahwa dia kesepian. He replied

“ya dek, papa cuma punya adek aja sekarang karena uwan (baca: abang gue) dan pipi (baca: kaka cewek gue) udah ada yang lebih sayang lagi sama mereka (kedua kakak gue udah nikah). Jangan lupa doain mama ya setiap abis solat, soalnya cuma doa ade yang diterima mama disana”

I cried a lot now when I wrote this post. Ga tau harus ngomong apa ke papa dan ga tau harus bereaksi apa. Fakta yang gue tau saat ini adalah gue sayang banget sama keluarga gue, sama mama dan papa, sama uwan dan pipi juga halati. Lalu gue berjanji sama diri gue sendiri, I will give my all to all of them. I will make them proud and happy. They are my greatest strengh when I’m weak. They hold and hug me when I’m lost. They love me with whatever my choice and attitude. I love you! I love you so much, pap..

So, this is my greatest day ever! Ever.. makasih ya semuanya udah membuat hari ini menjadi hari yang semakin berarti buat gue. Buat semua yang udah ngucapin dan doain, maaf ga bisa disebutin satu-satu, tapi makasiiiih banyak buat doanya. I’m starting my new life (again)..

Even google saying a happy bday to me :D *grin*


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Kamis, 13 Desember 2012 | By: Unknown

Berhenti Berharap


Apakah untuk melupakanmu aku harus berhenti memikirkanmu?

Apakah kemudian dengan berhenti memikirkanmu, aku akan dapat melupakanmu?

Mereka bilang, berhentilah berharap kau akan kembali ke sisiku

Mereka bilang, hal itu tidak akan pernah terjadi. Tidak sekarang dan tidak juga nanti

Lalu kemudian, aku harus berhenti berharap agar aku tidak terus terluka karena mendambakanmu?

Apakah kau menyuruhku untuk menyudahi saja hidupku saat ini?

Karena berhenti berharap akan hadirnya dirimu, sama saja artinya seperti berhenti bernapas dalam hidupku

Nadi kehidupanku saat ini hanyalah seutas harapan tipis akan kembalinya dirimu

Harapan itu yang membuatku tetap hidup dan mencoba untuk tegak berdiri

Berhenti mengharapkanmu, sama artinya kau memintaku untuk membunuh diriku

*Terinspirasi dari seseorang

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Quotes


“he who has why, can endure any how” – Nietzsche

Itu adalah salah satu quotes yang gue suka dari Nietzsche. Gue ga tau arti sesungguhnya dari quotes itu, tapi paling ngga gue punya penafsiran atasnya.

Penafsiran bebas gue atas quotes itu adalah seseorang yang punya tujuan jelas dalam hidupnya akan dapat mengatasi segala rintangan yang ditemuinya dalam mencapai tujuannya itu. Atau bisa dikatakan, kalo lo tau alasan lo melakukan sesuatu, kenapa lo memilih hal tersebut, lo akan bisa bertahan dan mengatasi segala cobaan yang menghadang.

I really wish I could. Know the reason why I am here now and doing this. So I can stand strong before the storm that hits me hard. I really wish I could…

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Done labelling someone as best friends


“I’m done labelling people as my bestfriends. It’s a rare thing that doesn’t happened everyday to everyone. You invest many things in that relationship, not only based on proximity. At least, not in my world.”
Beberapa waktu yang lalu gue ngobrolin hal ini dengan salah seorang teman gue tentang topik ini, and somehow temen gue cukup setuju dengan gue. Temen gue menganggap bahwa ‘best friends’ itu ga ada, paling ngga hal itu not exist in her world. Gue mungkin ga akan sepesimis itu dalam menanggapi hal ini. Tapi gue cukup merasa bahwa dalam 23 tahun hidup gue ini, hanya ada 2 orang yang bisa gue sebut sahabat sampe saat ini. Dan mereka adalah sahabat gue ketika gue SMP.

Semasa SMA, gue ga punya orang yang bisa gue anggap sahabat. Gue berteman ya berteman aja. Bisa dibilang peerless. Gue deket dengan siapapun yang saat itu duduk sebangku ama gue, sekelas ama gue, satu ekskul ama gue, atau siapapunlah temen-temen gue ketika SMA. Tapi sahabat? Gue ga berani memberi label itu pada satu pun orang di masa itu. But I’m ok with that kind of life. Ga ada setitik pun rasa lonely atau sedih atas pilihan peerless itu. Saat SMA, gue rasa itu pilihan yang cukup cocok.

Ketika kuliah beda lagi. Kehidupan perkuliahan di kampus tercinta ini terutama di fakultas yang katanya memanusiakan manusia ini, nuansa peer itu sangat kental. Mungkin didukung juga karena mayoritas penduduknya adalah cewek yang notabene senang berinteraksi secara sosial dan dalam jumlah yang cukup masif. Selain itu gue rasa karena banyaknya tugas kelompok, seara tidak sadar elo akan mengelompokkan diri dan mencari orang-orang yang nyaman buat elo saat nugas ataupun bergaul. Ga dapat dipungkiri kalo temen kelompok akhirnya kemudian jadi temen main and vice versa.

Makanya ketika kuliah gue punya peer yang cukup besar, 12 orang. Biasanya terbagi 2 dalam kelas-kelas yang dipilih ataupun kelompok-kelompok tugas kuliah. Dan betapa naifnya gue adalah disini gue masih berani melabeli mereka dengan sebutan ‘sahabat’. Memang ga mungkin gue akan deket dengan ke 11 orang ini secara bersamaan. Ada beberapa orang yang gue akui cukup deket sama gue hingga gue berani menceritakan beberapa hal yang ga gue ceritain ke temen gue yang lain. Gue memutuskan berbagi tentang kehidupan gue itu karena gue menganggap mereka adalah sahabat gue.

But then, I just realized that I’m so naïve. Sebuah bayangan di dalam kepala gue mengenai sahabat seakan begitu indah bila dibandingkan dengan kenyataannya. Sahabat dalam otak gue adalah orang yang akan menerima lo apa adanya, apapun keadaan lo dan apapun keputusan lo. Sahabat adalah orang yang menjaga rahasia lo, menjaga kepercayaan lo walaupun saat itu lo ga ada bersama mereka. Sahabat adalah orang yang mengerti siapa diri lo dan menarik hal terbaik dalam diri lo keluar ke permukaan. Sahabat adalah orang yang bisa dengan betah lo ajak ngobrol berjam-jam lamanya tanpa adanya rasa bosan. Sahabat adalah orang yang tidak dengan mudah menjudge tindakan lo tanpa terlebih dulu mengetahui sisi cerita lo. Sahabat adalah orang yang ketika lo down, dia adalah orang yang selalu bersedia menangkap lo. Terlalu indah ya bayangan sahabat dalam benak gue? Terlalu tidak nyata kah? Gue rasa ngga. Paling ga, lo pasti pengen kan punya orang yang sayang sama elo tanpa terikat kondisi kayak gitu?

Yeah, lets just say I just realized it now. Gue jatuh dalam kondisi dimana gue udah ga bisa berlari, dan bagian dalam hati gue yang terdalam tau dengan jelas bahwa gue ga bisa berlari ke arah mereka. Jahat mungkin gue menilai kayak gini. Gue juga mungkin ga berusaha mengkomunikasikan ini pada mereka. Gue seakan tidak mau berusaha mengejar atau menarik mereka agar mengerti. Egois? Mungkin. Tapi kemudian gue belajar banyak dari hal ini, bahwa janganlah terlalu naif melabeli seseorang yang mungkin tidak menganggap lo penting sebagai salah seorang significant others lo. Jangan semudah itu melabeli seseorang sebagai sahabat lo, hanya karena lo menghabiskan banyak waktu dengan mereka dan mengenal mereka sejak lama. Ga semua hubungan yang cocok dan menyenangkan itu harus dilabeli dengan persahabatan. I’m just done being naïve. I’ll be more careful in the future about this labelling things.

Akan ada orang yang tidak memperdulikan label ‘persahabatan’ atau mungkin tidak perlu memberi label tersebut pada orang-orang di sekelilingnya selama hal itu mutual. Tapi buat gue, ini adalah salah satu hal yang cukup penting. Tidak semua orang hidup dengan value yang lo anut. Lo harus bisa menerima keadaan orang lain yang mungkin mengambil posisi berbeda dengan diri lo. Saling menghargailah. Tapi bagi gue, label ini kemudian jd penting dan menjadi sesuatu yang berharga. Sesuatu yang gue pegang dengan kuat ketika gue terjatuh dalam lubang kehidupan.

“Friendship doesn’t need everyday togetherness. It doesn’t need daily conversation. Even time and space doesn’t matter. As long as this feeling lives in heart, real friends will never go apart”
 

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Minggu, 02 Desember 2012 | By: Unknown

Love is not always kind


“love is not always kind”

Gue menemukan kalimat ini dalam salah satu novel (lagi) yang gue baca. I’ve taken aback for a while and I know it’s true. Cinta itu ga selamanya tampil dalam bentuk yang baik dan menyenangkan. Bahwa cinta bisa tampil dalam bentuk yang juga dinilai menakutkan dan menyakitkan bagi orang tersebut.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Expressing your values


Gue banyak berpikir 1 tahun belakangan ini tentang nilai dan sikap serta posisi dan pendapat orang lain tentang suatu hal. Gue menilai diri gue adalah orang yang cukup keras dan cenderung tidak bisa menerima pendapat orang lain kalo pendapat mereka berbeda dengan gue. Hanya saja gue bukanlah tipe yang mengekspresikannya secara langsung dan gamblang di depan orang itu, melainkan gue tipe yang cenderung diam tapi ga mau mendengarkan. Yah mungkin gue akan mencurahkan perasaan gue seperti lewat blog misalnya atau status di socmed.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO